"Hai. Aku masih disini loh. Dalam harapan kamu pastinya"
Jumpa-jumpa, aku udah dewasa, lah kamu apalagi, udah tinggi, makin cakep, suaranya juga makin berat hihii aku nggak bisa berhenti mikirin dibuatnya.
Aku berusaha senyum sembari negur "hai" aja, susahnya minta ampun. Kamu kok biasa aja yah?!
Eh inget nggak, kita ketemu udah sejak kecil, trus kan aku nggak peduli kamu karna statusnya tetangga. Dan aku-kamu yg berstatus anak kecil juga nggak peduli soal itu. Trus umur 7 tahun, kita masuk di sekolah Madrasah Diniyah Amaliyah yg sama. Kamu nya terkenal belagu karna ternyata mama kamu adalah wakil kepala sekolah serta guru disekolah itu. Aku dan kamu selalu dipasangkan pada pawai dengan baris didepan. Kita sama-sama berbadan kecil. Nggak cuman pawai, kita ber2 juga pasangan "da'i-da'iah" sampai kekabupaten, juga pasangan syarhil qur'an, dan tahfidz qur'an. Nggak cuman disitu, dikelas kita selalu "dorong-dorongan" juara. Kalau semester ini kamu yg juara 1, nah aku 2. Gitu terus sebaliknya. Kita selalu kebagian seneng. Pas aku juara, kamu nggak. Pas kamunya yg juara, aku enggak. Ibaratnya, kita saling nutupin kekurangan. HEHE
Sampai menuju akhir madrasah dan kita memasuki kelas terakhir, aku dikirimi kamu surat yg diselipin disaku tas aku. Aku nggak ngerti isi suratnya, karena kamu emang nggak pernah romantis.
Tapi kekonyolan yg kita buat saat itu adalah "kita jadian". Kita masih ingusan dan ahh entahlah. Konyol sekali.
Kita pisah setelah lulus, kamu yg katanya mau masuk sekolah agama memilih umum pada akhirnya, SMPN 1. Aku memilih MTSN karna memang sudah cita-cita. Aku dan kamu tetap jadi kita. Diulang tahun aku, kamu ngirimin aku bantal merah berbentuk hati yg saat itu kamu sendiri nggak berani buat nganternya karna surat-surat yg kamu kirim sudah ketahuan sama papa-mama aku dan mereka yaa.. Lumayan marah. Lewat sahabat kamu yg juga sahabat aku yg sudah kenal baik dengan papa-mama kamu ngucapin selamat ulang tahun buat aku. Kebahagiaan berlipat dihari ulang tahunku.
Dihari ulang tahun kamu, aku ngasi jam hiasan meja warna merah gambar mobil. "Masih kamu simpan, nggak?"
Aku 2 minggu loh nyariinnya, apa yg pas dan nggak bakal habis kalau dipakai. Dengan harapan kamu inget aku kalau ngeliatnya, pilihanku jatuh di jam itu, surat kecil dari sobekan diary kecilku berwarna biru kuselipkan dibawah kaki jam itu, "selamat ulang tahun, ya. Semoga segalanya sesuai dengan yg diharapkan. Terimakasih untuk semuanya", adalah surat ke yg entah berapa kalinya kutulis sambil diiringi debar dan keringat.
Sampai pada akhirnya, aku yg sayang sekali padamu harus mengambil keputusan yg sebelumnya tak pernah terlintas dipikiranku, aku mutusin kamu, ya, aku mutusin kamu karna keadaan sekolah yg lumayan berantakan. Aku langsung dihubungi kakak kesayangan kamu yg aku tau sayang banget sama kamu, aku ditelpon-telpon dan disms sama kakak kamu, bilangin kamu nggak mau keluar kamar, nggak mau makan dan diam aja dari kemaren.
"Hei cuek yg nyebelin, Kamu sayang banget sama aku?"
Kalau aku boleh bilang, sebenarnya aku hancur. Hancur banget. Aku nangis karna aku tau kamu pasti luka banget. Tapi maaf, jambore pramuka tinggal menunggu hari, olympiade cerdas ipa menungguku, belum bentroknya sama ujian kenaikan kelas, dan yg lebih parah, papa-mama masih mengungkit soal kita. Aku musti nyelesainnya satu-satu. Harusnya kamu paham.
"Maafkan aku.."
Setahun kemudian, kamu benar-benar
menghilang. Ntahlah apa yg kamu rasakan, mungkin kamu memendam rasa sakit hati padaku, tapi aku masih menunggu, menunggu kamu. Hatiku masih berada dikamu. Suatu ketika, teman sekelas aku yg ternyata teman kamu dibimbel bercerita tentang sosok kecil yg humoris tapi pintar ditempat les-nya. Aku yg tertarik dengan cerita itu turut serta mendengarkan, hingga pada menit berikutnya, dia menyebutkan namamu. Astaga. Aku tak tau entah apa yg kurasakan. Seperti luka basah yg mengering atau luka yg menghilang sembuh begitu saja. Entahlah..
Jantungku berdegup kencang sekali, aku mendadak seperti diketinggian yg teramat tingginya.
Tanpa basa-basi kuucapkan satu kalimat pada temanku yg bercerita tadi, "sampaikan permintaan maaf dan salamku padanya". Temanku hanya terheran. Aku pun pergi dari forum pembicaraan itu. Seperti tak sanggup mendengar namanya.
2 hari setelah kejadian itu, salamku bersambut. Bahkan dengan kalimat balasan "aku akan menghubungimu", membuat dadaku semakin sesak, jantungku berdegup, yg aku tau, aku bahagia.
Selang pulang sekolah yg memang tidak diperkenankan membawa handphone, aku mendapat satu pesan singkat, darimu.. Pendek sekali, hanya berbunyi "hai". Pikiranku kembali kemasa lalu "masihkah kamu marah padaku sampai pesan yg kamu kirim begitu singkat". Aku tanpa pikir panjang lantas membalasnya dengan manis sambil bertanya kabar.
Dan ternyata.. Kamu datang lagi membuat semuanya berubah, aku-kamu yg berbagi kabar sepulang sekolah dan malam sebelum tidur menjadi rutinitas kita dihandphone saat itu. Setelah surat, kamu masih cuek, tidak sama sekali romantis. Tapi aku tak perduli itu, yg aku tau, aku bahagia.
Berselang 3 bulan atas "balikan"-nya kita. Suatu siang ketika aku hendak berbagi kabar tentang betapa sulitnya pelajaran biologi yg kamu sukai. Tiba-tiba kamu mengucapkan satu kata yg dulu pernah aku ucapkan kekamu. "Kita udahan aja ya".
Aku lemas, badanku hampa gerak, aku tak tau entah apa yg harus aku lakukan. Aku berusaha untuk kuat memegang handphone, menelpon kamu tapi nomor kamu sudah tak aktif. Aku mengirimi kamu pesan singkat dengan bertanya apa yg kamu maksud padahal aku mengerti, jelas-jelas kamu minta putus. Sampai malam, pesan singkatku tak kunjung kamu balas. Aku sudah tidak ingin menelponmu, perasaanku sudah hancur, bahkan berkeping..
Keesokan harinya, kamu mengirimiku pesan singkat "kamu baik sekali, kita masih terlalu kecil, kalau kamu mau, kamu nunggu aku, kita siapin dulu semuanya yg berhubungan dengan cita-cita dan kebahagiaan orang tua. Jangan kemana-mana, kita disini saja"
Aku tenang. Tapi hatiku masih sedikit sakit.
Selang beberapa hari aku memikirkan apa yg salah denganku, tiba-tiba terlintas dipikiranku bahwa ajakanmu untuk baik-baik beberapa bulan lalu hanyalah kesempatan kamu untuk balas dendam.
Aku semakin hancur ketika tau, beberapa hari setelah kejadian itu, kamu memacari teman akrab sepondok pengajianku. Aku semakin murka. Bukan, bukan aku. Tepatnya hatiku.
Berhari-hari aku hanya melamun didalam kamar, buku pelajaran hanya kupegang, malas kubaca. Aku benar-benar merasakan yg orang bilang "patah hati".
Seminggu setelah sahabat-sahabatku mencoba menghiburku, aku kembali seperti biasa. Disatu sisi, aku berpikir, apa gunanya kupikir kamu yg bukan siapa-siapa, toh kamu disana juga nggak mikirin aku. "Dasar si cuek yg pendendam" bathinku.
Tapi disisi lain, aku bangkit karna teringat janjimu. Aku percaya itu.
Bertahun-tahun hingga saat ini, aku selalu mendapat perbincangan hilir-mudik bahwa kamu selalu gonta-ganti pacar. Dan wanita-wanita yg kamu pacari adalah teman-teman akrabku semua. Entah memang ada maksud atau hanya kebetulan saja kamu memilih mencintai orang-orang yg berstatus teman bahkan akrab denganku.
Hari ini, kamu sudah kulepas. Meski sering kutemukan kamu tak pernah tidur dikepalaku. Tapi aku sudah mencoba pindah dari hatimu. Hatimu yg tak pernah ada lagi untukku.
Eh, kalau kamu suruh aku nunggu, aku tungguin, sementara aku siapin hati buat yg lebih baik nantinya.
Doaku selalu untukmu, semoga berbahagia selalu.(:
Kamu, M.I.S --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar